Skip to main content

Koruptor Profesional

ilustrasi: steemkr
Disuatu malam saya bertemu seorang kawan lama yang kebetulan bekerja sebagai PNS di sebuah Dinas pemerintahan. Seperti layaknya kawan lama, kami bercerita sambil bernostalgia sambil bercerita tentang kondisi negeri Indonesia. Cerita kami kemudian bermuara pada kasus korupsi KTP Elektronik yang bikin kepala kami geleng-geleng. Jujur saja, saya tidak terlalu nyaman membicarakan masalah korupsi karena entah kenapa persepsi saya tentang korupsi selalu berkaitan dengan "abdi negara" seperti kawanku.

Seolah menangkap ketidaknyamananku, kawanku nyeletuk, "Kamu gak enak ya ngomongin soal korupsi sama aku. Mentang-mentang aku kerja di pemerintahan?"

Aku kaget tapi sekaligus lega. "Iya bro. Takutnya kamu tersinggung."

"Ndak pa-pa . Aku ngerti kok. Udah sering nemuin orang model kamu."

"Oh, gitu ya. Ha ha, syukurlah. Takut keceplosan," ujarku sambil tertawa kecil.

"Iya. Tenang aja... Oya, persepsi kamu itu gak salah juga. Karena memang banyak orang-orang seperti kami yang terjebak dalam lingkaran korupsi. Termasuk aku."

"Hah! Kamu juga? Kamu gak takut ngomong begitu di tempat umum? Kalau ada yang denger gimana? Kamu gak takut ditangkap?"

"Hahaha, ngapain takut. Biar saja. Toh aku gak pakai uangnya."

"Maksud kamu?"

Dia kemudian menatapku. Lebih lama dari biasanya dan bercerita jika dia memang terlibat dalam beberapa projek milik pemerintah Provinsi dan Kota. Tapi dia tidak terlibat sebagai kelompok utama. Bagiannya hanya dua digit. Termasuk kecil jika dibandingkan dengan yang lain yang bisa mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Dia mengaku juga pernah menerima gratifikasi berupa satu set gadget terbaru saat projek perbaikan saluran air dan jalan utama kota. Itu kecil juga jika dibandingkan beberapa yang dia tahu ada yang menerima rumah, mobil atau paket travel ke luar negeri.

Aku menyela, "Tapi kamu bilang tadi kalau uangnya tidak kamu pakai. Bagaimana bisa?"

Kali ini kawanku tersenyum kecil dan menjelaskan jika dia memang tidak pernah memakai uang itu. Semua masih utuh termasuk bunganya. Barang-barang gratifikasi yang dia terima pun tidak pernah di gunakan dan hanya ditumpuk di gudang belakang rumah. Uang yang masuk ke rekeningnya atau yang dia terima dalam bentuk tunai dia kumpulkan dalam satu rekening terpisah dengan rekening yang biasa dia pakai. Nominalnya sekarang sudah mencapai miliaran.

"Aku sengaja kumpulkan semua uang dan barang itu. Aku gak tahu kapan kasus yang membuatku terlibat itu akan terkuak. Biar nanti jika ada masalah, biar semua itu jadi barang bukti sekaligus menunjukkan jika aku punya itikad baik untuk mengembalikan uang rakyat."

"Aku tidak bisa menjadi pengkhianat diantara teman-temanku yang masih beranggapan korupsi adalah ikhtiar mendapatkan rezeki. Tapi aku juga tidak bisa mengkhianati hati nuraniku. Itu tetaplah uang rakyat yang terkadang didapatkan dengan susah payah. Minimal akan bisa mengurangi rasa bersalahku. Ya bisa dibilang aku ini koruptor. Koruptor profesional."

Aku termenung...

Di negeri yang berlandaskan Pancasila ini, korupsi sudah menjadi sebuah sistem kerja. Tidak mengenal orang baik (seperti kawanku) atau jahat. Begitu kita masuk dalam lingkaran tersebut, maka hanya soal waktu kita akan menjadi bagian sistem yang korup. Idealisme prinsip hidup terpaksa dikorbankan karena dikondisikan harus membuat manusia melakukan pilihan-pilihan yang kadang tidak disukainya. Banyak dari kita memilih hidup "baik-baik" daripada hidup benar. 

Tapi itulah hidup... Saat kita mengabaikan nilai-nilai akhirat, maka yang terjadi adalah kuatnya keterikatan kita dengan nilai-nilai dunia.









Comments

Popular posts from this blog

Pray For Surabaya

Aku Jodohmu

ilustrasi: waspadaonline Jika kamu percaya aku adalah jodohmu, jangan pernah takut kehilangan aku Jika aku jodohmu, kita akan bertemu nanti di surga Dua insan yang dijodohkan oleh Tuhan tidak mungkin dipisahkan oleh kekuatan apapun Semua kekuatan akan kembali kepada Tuhan Tetaplah bertahan sayang Semua pasti berlalu Tuhan selalu bersama kita dalam suka duka kita Percayalah Jangan pernah takut akan berlaluku Jangan sedih akan semua bayangan ketidakpercayaan akan cintaku Selalu ada ruang dan waktu bagi cinta kita Hanya soal waktu sebelum cinta kita menyatu seperti yang kita mau

Enaknya Anak-anak

Ilustrasi: dibingkai.blogspot.com Dulu, sewaktu masih jadi anak-anak, menjadi dewasa seperti terasa lama. Menjadi dewasa berarti bisa melakukan hal-hal yang lebih hebat dari anak-anak. Boleh melakukan ini dan itu. BEBAS! Namun kini, setelah dewasa, berumur, setengah baya, justru merindukan masa-masa menjadi anak-anak. BEBAS! Sama-sama bebas, tapi beda rasa dan makna. Waktu anak-anak aku tidak pernah tahu bebasnya orang dewasa itu disertai tanggung jawab. Sedangkan bebasnya anak-anak adalah bebas dari tanggung jawab atas perbuatannya. Kalaupun sampai melakukan kesalahan, itu adalah tanggung jawab orang tuanya untuk mendidiknya. Tapi tetep, buat aku yang sudah "dewasa" ini menjadi anak-anak itu lebih enak. Bisa main apa saja yang kita mau. Berkhayal sambil lari-lari membawa pesawat-pesawatan tanpa harus merasa risih dengan pandangan orang-orang. Bebas mengekspresikan imajinasi. Berteman tanpa harus mempunyai kepentingan. Marahan sampai nangis. Berkelahi sampai bonyok. Setelah i